Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keberagaman budaya dan tradisinya, selain itu Indonesia merupakan negara dengan mayoritas umat Islam terbesar di dunia. Maka tidak heran jika terdapat tradisi-tradisi yang berkaitan dengan agama Islam yang masih lestari hingga saat ini, salah satunya adalah tradisi Tabuik.
Artikel berikut akan membahas Tabuik, tradisi unik dari Sumatera Barat
Pengertian
Tabuik merupakan salah satu tradisi dari Masyarakat Paramian Sumatera barat. Kata “tabuik” berasal dari kata Arab at-tabu. Tabut sendiri dalam bahasa Arab (Ibrani) dapat diartikan sebagai peti atau peti mati.
Sedangkan menurut masyarakat Mesir kuno, bahtera dikenal sebagai tempat menaruh mayat berupa peti mati yang terbuat dari batu atau kayu. Dalam bahasa Pariaman, tabuik berarti peti mati dari bambu, kayu, atau rotan yang dihias dengan bunga salapan yang diibaratkan usungan jenazah Husein bin Ali.
Upacara Tabuik dilaksanakan dalam beberapa tahapan, seperti upacara pembuatan daraga, upacara pengambilan tanah, upacara pemotongan batang pisang, acara maatam, upacara pengarak sorban, upacara promosi Tabuik.
Sejarah
Tradisi Tabuik ini sudah berlangsung puluhan tahun dan diperkirakan sudah ada sejak abad ke-19 Masehi. Acara Tradisi Tabuik merupakan bagian dari peringatan wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW yaitu Husein bin Ali yang jatuh pada tanggal 10 Muharram.
Sejarah mencatat Husein dan keluarganya tewas dalam perang di gurun Karbala. Seperti yang sudah dijalaskan di atas Tabuik sendiri berarti peti atau wadah tempat menaruh mayat.
Nama tersebut berdasarkan pada cerita adanya wujud kuda yang memiliki sayap perkepala manusia yang disebut dengan buraw. Kisah legenda menceritakan sepeninggal cucu Nabi, Husein bin Ali, kotak kayu berisi potongan tubuh Husein diterbangkan ke angkasa dengan menggunakan buraq.
Berdasarkan legenda tersebut, setiap tahun masyarakat Pariaman membuat replika buraq yang membawa tabut di punggungnya. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat secara turun temurun, tradisi Tabuik diperkirakan muncul di Pariaman sekitar tahun 1826-1828 Masehi.
Tradisi Tabuik pada masa itu masih kental dengan pengaruh Timur Tengah yang dibawa oleh masyarakat keturunan Syiah India. Dalam sejarah konon Tabuik berasal dari suku Indian yang bergabung dengan pasukan Islam Thamil di Bengkulu pada tahun 1826, pada masa pemerintahan Thomas Stamford Rafles dari Kerajaan Inggris.
Setelah perjanjian London pada 17 Maret 1829, Bengkulu dikuasai Belanda, sedangkan Inggris dikuasai Singapura. Kondisi ini menyebabkan pasukan Islam Tamil di Bengkulu menyebar, termasuk hingga ke Pariaman.
Makna
Ada makna dari tradisi Tabuik ini, diantaranya pada Gerakan yang ada pada upacara tabuik memiliki arti kekerasaan yang terjadi karena perang antara pasukan Husen dengan pasukan Muawiyah. Dari Gerakan ini dimaknai keekecewaan, kehilangan dan rasa sedih yang mendalam atas perang yang terjadi.
Makna yang diselipkan tidak hanya melaluai Gerakan tapi juga dari aspek benda atau fisik. elain itu, hingga saat ini Upacara Tabuik telah ditetapkan oleh pemerintah kota Pariaman sebagai objek wisata.
Rutin dilaksanakan setiap tahunnya menyebabkan adanya pergeseran makna dari Upacara Tabuik. Dahulu dianggap sebagai ritual keagamaan khusus Islam Syiah namun kini dimaknai sebagai hiburan dan atraksi seni untuk menarik pengunjung lokal dan asing.